Emerald City

Emerald City
An Evening in Emerald City (source: personal document)

Senin, 31 Mei 2010

KOMPLiKASi Kelas 1

“Saat menulis, kesampingkanlah otak kiri.” Demikian ujar seseorang saat kami bertemu dalam workshop creative writing beberapa waktu lalu. Deskripsi otak kiri yang cenderung kuantitatif, banyak pertimbangan, mengedepankan logika dan bersifat matematis akan mengganggu seorang penulis untuk menuangkan segala ide dan gagasan dalam kepalanya. “Jangan pernah membaca karya yang sedang anda tulis sebelum karya tersebut tuntas ditulis!” Sugesti ini diucapkannya untuk membuang efek otak kiri karena akan mengkontaminasi sang penulis untuk berpikir tentang grammatical rules, plot, sudut pandang, dan hal-hal teknis lain yang dapat mengalihkan perhatian dari ide pokok dan gagasan tulisan. Meskipun sifatnya subjektif, banyak penulis – terutama pemula – menyetujui pernyataan tersebut.

Dalam menghasilkan sebuah karya kreatif, otak kiri selalu dianggap sebagai ganjalan yang harus disingkirkan terlebih dahulu. Tidak hanya dalam menulis, saat melukis, menggambar, ataupun mendisain, sang maestro akan lebih bebas berekspresi ketika tidak dihadapkan pada berbagai aturan yang mengikat. Mungkin itu pula alasan mengapa para seniman, penulis, sastrawan, pelukis, dan profesi-profesi sejenisnya lebih mengedepankan ekspresi daripada logika. Tampilan awut-awutan, rambut panjang, dan gaya eksentrik adalah abstraksi dominan dari kalangan ini.

“Maka jangan sekali-kali kau gunakan otak kirimu berlebihan, karena itu akan membuat kreatifitasmu terbelenggu dan mati!”

Otak kiri = logika = banyak pertimbangan = ribet = hitung-hitungan = matematika = pelit! Otak kiri tercitra layaknya prabu Dasamuka (Rahwana) dalam kisah Ramayana, bagai Fir’aun dalam balada Nabi Musa a.s., dan seperti Ares dalam mitologi Yunani. Ia adalah antogonis kreatifitas yang mengganggu. Maka janganlah kau mendekatinya selama kau ingin menjadi manusia kreatif.



***

“Eits…siapa bilang otak kiri tidak penting? Jangan kira akan ada arsitektur berseni tinggi jika kau tidak pernah mengenal matematika, mengenal hitung-hitungan, mengenal ribet, mengenal banyak pertimbangan, mengenal logika, dan mengenal otak kiri.”

Kreatif adalah jika kau mampu hidup dan berekspresi dalam berbagai keterbatasan. Maka, bukanlah kreatif jika kau berkarya tanpa batasan karena tidak ada resistensi yang kau alami. Berpikir kreatif adalah berpikir produktif dalam berbagai keadaan. Jangan kau menganggap dirimu pelaut hebat jika kau tidak pernah berlayar di samudera ganas. Jangan pula berpikir kau seorang maestro dunia jika untuk berkarya kau harus pergi ke ujung dunia dan menyepi untuk mengharap inspirasi.



Matematika pun memiliki seni dan kreatifitasnya sendiri. Dengan menggabungkan berbagai rumus presisi dan akurasi penghitungan kalkulus integral dan diferensial, logika bobot dan luas penampang, terlahirlah Sydney Opera House, Centrepoint Tower, Burj Dubai, Mezquita de Cordoba, Taipei 101, Taj Mahal, dan berbagai seni arsitektur indah lainnya. Bagaimana mungkin masterpieces itu dapat dibangun jika otak kiri ditiadakan dari manusia?

Tidak hanya arsitektur, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan juga bergantung pada otak kiri. Tidak akan pernah ada kisah Apollo 11 yang berhasil membawa Neil Armstrong, Edwin Aldrin, dan Michael Collins mengunjungi bulan untuk pertama kalinya. Tidak akan ada pengamatan bintang jika Galileo Galilei tidak menciptakan teleskop refraktornya. Maka apalagi yang kau ragukan dari pentingnya otak kiri?



***

“Whus…tunggu dulu. Harus kau sadari, semua perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu diawali dari mimpi. Ingat!”

Hanyalah mimpi yang membuat Wright bersaudara (Orville dan Wilbur) menciptakan Wright Flyer untuk menerbangkan manusia. Begitu pula penjelajahan luar angkasa. Hanyalah mimpi “menginjak” bulan yang menyebabkan manusia menciptkan Apollo 11. Satu hal yang harus kau perhatikan, mimpi sama sekali tidak berhubungan dengan otak kiri!

***

“Jangan salah…mimpi hanyalah omong kosong jika tidak ada otak kiri!”

Kau kira mimpimu akan terwujud jika kau tidak pernah berpikir untuk mewujudkannya? Berpikir adalah aktivitas otak kiri, karena otak kiri tidak bermimpi. Jika kau ingin hidup dalam mimpi, silahkan lupakan bahwa kau punya otak satu lagi. Mimpi yang tidak realistis akan menyebabkan manusia terjerumus dalam utopia yang lama kelamaan membuatnya depresi. Mimpi hanyalah bunga tidurmu dimalam hari. Bahkan, siang bolong pun kau masih sempat melukis mimpi dalam duniamu yang imaji.

***

“Lalu…so what?”

Sumber gambar;
Apollo 11: tizona.wordpress.com
Burj Dubai: empimuslion.wordpress.com

Popular