Emerald City

Emerald City
An Evening in Emerald City (source: personal document)

Senin, 26 Juli 2010

Kemacetan yang Inspiratif


Bagi sebagian orang, kuliah pada hari Jum’at sore adalah kutukan, apalagi jika tempat kuliah itu berada di wilayah pusat kemacetan kota Jakarta. “Kutukan” itulah yang sedang aku jalani sekarang. Pada semester pendek ini aku mengambil mata kuliah anti korupsi. Sebuah mata kuliah aneh yang menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa Universitas Paramadina.

Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi seandainya aku tidak telat mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) untuk semester pendek ini. Namun apalah daya, ketika aku akan mengisi, hanya tersisa satu kelas mata kuliah anti korupsi yang masih bisa diisi. Itupun dari sekian puluh mahasiswa yang dapat ditampung, hanya tersisa satu kursi. Akhirnya tanpa pikir lagi aku meng-click kelas tersebut.

Sementara lupakan dulu soal pengisian KRS yang banyak memakan korban (masalah kuceritakan nanti). Seluruh mata kuliah anti korupsi berlokasi di kampus II Universitas Paramadina, Energy Tower lantai 22, kawasan bisnis SCBD. Lokasinya cukup strategis karena ia diapit oleh jalan Sudirman, Senayan, dan Pacific Place. Sebagai sentra bisnis, bisa dibayangkan betapa sibuknya jalan-jalan ini oleh lalu lalang kendaraan. Apalagi jika hari akhir kerja menjelang weekend.

Banyak teman-temanku berkata bahwa kuliah sore, di kampus II, hari jum’at, adalah neraka. FYI, kuliah anti korupsi adalah kuliah 2 SKS yang dimulai dari jam 15.30 dan berakhir pada jam 17.10 WIB. Namun tidak jarang waktu kuliah melampaui batas waktu yang biasanya. Terkadang lebih sepuluh menit, atau bahkan lima belas menit. Kemacetan luar biasa selalu membayangi kawasan ini, apalagi pada jam-jam itu. Tidak hanya kendaraan, antrian panjang para penumpang juga ikut menyumbang kegelisahan hari Jum’at di SCBD. Menyangkut terminologi SCBD, ternyata banyak juga teman-temanku yang tidak tahu kepanjangannya. SCBD adalah singkatan dari Sudirman Central Business District. Itulah yang kuketahui melalui google. Hehehe…, akupun tidak tahu.


Namun belakangan aku menyadari bahwa kuliah hari Jum’at sore di kawasan SCBD tidaklah terlalu mengerikan, meskipun harus kuakui bahwa untuk pulang menuju Mampang Prapatan aku harus menghabiskan waktu hampir 2 jam di jalan, bahkan lebih. Meskipun hari ini Kompas merilis data bahwa dari total waktu perjalanan di Jakarta hanya 40% yang dapat digunakan bergerak, akhir-akhir ini aku berusaha untuk menjadikannya rekreasi model baru. Dengan sedikit mengubah perspektif, aku banyak belajar dalam perjalananku dari SCBD menuju Mampang.

Pagi hari ketika akan berangkat ke kantor ataupun memulai aktivitas, setiap orang akan berdandan dengan rapi dan mungkin menghabiskan waktu cukup lama mematut-matutkan diri di depan kaca. Mencari baju yang sesuai, matching sana-sini, menyisir rambut, menyemir sepatu, menyetrika baju, sampai memilih wangi parfum yang sesuai dengan suasana hati. Bahkan orang (sorry to say) paling jelek sekalipun akan menjadi cantik dan ganteng dalam balutan make-up dan riasan tubuh.

Namun setelah beraktvitas kurang lebih delapan jam dalam sehari dan lima hari dalam seminggu, apakah manusia-manusia pekerja ini masih dalam kondisi yang sama? Apakah mereka masih fresh seperti saat pertama berangkat? Apakah riasan dan make-up masih menor seperti sebelumnya? Apakah tatanan rambut masih berdiri stylish? Itulah realitas yang berusaha aku temukan jawabannya dalam ruwetnya kemacetan kota Jakarta menjelang akhir pekan!

Untuk menuju Mampang, ada beberapa alternatif pilihan transportasi yang dapat digunakan. Pertama, bus transjakarta. Dari kampus II Paramadina, aku hanya tinggal masuk ke halte busway Gelora Bung Karno yang berada tidak jauh dari sana. Namun karena rute busway yang berputar-putar, maka resiko menggunakan busway pada jam-jam pulang kantor dan di hari Jum’at adalah antriannya yang super-duper panjang!

Kedua, adalah terus melanjutkan perjalanan ke terminal Blok M lalu menyambungnya dengan bus metro mini 75 ataupun Kopaja 57. Dua bus kota ini akan melalui jalan Senopati yang hingga kawasan Tendean juga dijubeli dengan berbagai kendaraan roda empat ataupun dua. Alternatif terakhir, menyeberang melalui jembatan busway dan naik bus Kopaja 66 dari arah seberang Graha Energy (Graha Niaga). Namun bus ini hanya akan mengantar hingga perempatan Kuningan, sehingga untuk menuju Mampang harus jalan kaki sebentar hingga ke depan Trans TV/ Pasar Mampang dan menyambungnya dengan angkot 42, Kopaja 57, atau metro mini 75 yang datang dari arah Blok M.

Bagi orang-orang yang tidak punya kendaraan sendiri, sebenarnya ada alternatif lain yang mungkin digunakan, yaitu taxi. Namun dengan kemacetan yang parah, aku kira sedikit dari kita yang akan menggunakan alternatif ini.

Jika bus transjakarta yang dipilih, maka aku harus transit dulu di halte busway Dukuh Atas. Disinilah puncak pertemuan dari berbagai jalur busway, terutama jalur koridor satu yang menghubungkan stasiun Kota Jakarta dengan terminal Blok M. Antrian panjang manusia akan menjadi pemandangan yang biasa. Disini kau akan melihat banyak realita unik mengenai orang-orang dan perilakunya, terutama ketika sedang mengantri dan berusaha mengatasi stress akibat macet.

Dalam perjalanan pulang dengan menggunakan busway, kau akan melihat banyak fakta. Disini kau akan melihat bagaimana make-up tidak lagi menjadi utama. Rambut shaggy yang cool akan terlihat lemas dan lepek. Garis-garis tegas kemeja yang disetrika telah kehilangan lekukan-lekukan indahnya. Pada kondisi inilah kau akan melihat manusia-manusia yang apa adanya. Pun disinilah jika kau ingin melihat kecantikan alami seorang wanita.

Ya, tentu saja. Cantik bukan dalam arti visual saja, namun inner beauty pun akan teruji disana. Kau akan lihat bagaimana seseorang yang punya kepribadian baik akan terus tersenyum kepada orang lain meskipun ia lelah bekerja seharian. Wajahnya masih memancarkan cahaya optimisme dan selalu melihat sisi positif dari sesuatu. Dilain sisi, tidak akan sulit bagimu untuk menemukan orang-orang dengan wajah cemberut dan alis yang selalu bertaut. Melirik orang lain dengan sinis dan berusaha eksklusif dalam kemacetan dan antrian.

Begitu pula dengan alternatif pilihan transportasi lain. Setiap medan punya tantangan dan fakta yang menarik. Tidak hanya soal antrian, perilaku pengendara roda dua juga akan menjadi media rekreasi yang memikat. Sejuta wajah Jakarta dapat kau temui pada sebuah petang di hari Jum’at.

Jakarta, 26 Juli 2010

(sumber gambar: foto.detik.com)

Popular