Emerald City

Emerald City
An Evening in Emerald City (source: personal document)

Selasa, 09 Juni 2015

Kunjungan Perdana Ke Negeri Sakura


Tokyo-Haneda International Airport (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Sekitar jam 9 pagi waktu Tokyo, pesawat Garuda Indonesia yang aku tumpangi telah sampai di Tokyo-Haneda International Airport. Tak jauh beda dengan kondisi saat terakhir kali mengunjungi Jepang empat tahun lalu (untuk transfer penerbangan ke Arizona), kali ini aku juga disambut dengan langit yang kelabu dan tanah yang basah. Sejuk. Mungkin cuaca ini pula yang membuat Jepang sangat rindang dan dipenuhi taman-taman.

Meski merupakan bandara internasional, bandara Haneda sangat efisien sehingga akan susah untuk menemukan keriuhan orang. Semuanya berjalan dengan ritme yang pas dan terjadwal. Sepi, mungkin itu adalah citra yang akan pertama kali didapatkan saat baru mengunjungi bandara-bandara internasional di Jepang. Setidaknya, begitu bagiku.

Di hadapan meja petugas imigrasi, aku katakan akan mengunjungi Jepang sambil lalu menunggu penerbangan berikutnya yang dijadwalkan jam 12.05 waktu Tokyo. Aku pun menunjukkan padanya visa Jepang yang kuurus di Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya. Sebuah visa transit yang pengurusannya cukup mudah dan murah serta berlaku lima belas hari untuk sekali masuk. Dalam hati aku bergumam, mengapa dulu tak meminta penerbangan dengan waktu transit di Jepang lebih lama saja, hehe.

Sejauh pengalamanku, petugas di Jepang sangat ramah dan mudah membantu. Sayangnya, mereka tak begitu banyak menggunakan bahasa Inggris. Entah karena kemampuan yang terbatas atau karena memang tidak ingin menggunakan bahasa lain di tanah mereka sendiri. Mirip seperti orang-orang di beberapa negara di Eropa yang tak mau menggunakan bahasa Inggris meski ditanya orang asing. Walhasil, ya saling memberi isyarat.

Karena memang punya rencana untuk transit dan menghabiskan waktu seharian di Jepang, dari Jakarta aku telah meminta petugas check-in di Bandara Soekarno-Hatta untuk langsung mengirimkan bagasiku ke final destination, Seattle-Tacoma International Airport. Artinya, saat transit aku tidak perlu melakukan baggage claim dan tinggal keluar saja dari bandara. Seluruh bagasi akan ditransfer ke penerbangan berikutnya untuk diambil saat tiba di bandara tujuan.


Iseng-iseng, aku bertanya pada petugas imigrasi apakah aku harus konfirmasi lagi soal check-in through ini di Jepang. Dengan terbata-bata, ia menjawab kurang tahu dan sebaiknya aku bertanya langsung ke help desk lost and found yang ada di samping baggage claim. Aku pun melewati petugas imigrasi dan segera melihat-lihat conveyor belt penerbangan GA 874.

Sudah tak banyak orang di sana. Hanya terdapat beberapa petugas dan beberapa penumpang. Aku menuju lost and found help desk dengan logo Sky Team di belakangnya. Tak ada orang di sana, termasuk di konter-konter sebelahnya. Melihat diriku yang seperti mencari-cari sesuatu, seorang petugas perempuan berseragam biru datang menghampiri. Aku katakan ingin konfirmasi tranfer bagasi dari penerbangan barusan ke Delta Air, pesawat yang akan kutumpangi nanti malam.

Aku pun memberikan stiker yang diberikan petugas check in di Bandara Soetta. Ia mengambilnya dan berusaha mencari sesuatu di komputer. Nampaknya, ia tidak begitu mengerti apa yang kumaksud. Berkali-kali ia hanya mengangguk, namun seperti orang kebingungan. Tak berapa lama, petugas lain datang. Aku jelaskan padanya dan ia mengatakan bisa untuk langsung transfer bagasi. Aku pun berlalu dan menuju kepabean, tentunya setelah mengatakan arigatou gozaimasu - satu-satunya kosa kata yang menjadi modalku menjelah Jepang hari ini. (ceritanya, bener-bener bondo nekat).


Petugas kepabean memeriksa tas dan pasporku. Ia bertanya hendak ke mana dan apa tujuanku ke Jepang. Aku jelaskan tujuan akhirku adalah Seattle dan tak ingin menghabiskan waktu transit yang panjang hanya duduk di bandara. Aku ingin tahu seperti apa Jepang dan bagaimana kehidupan orang-orang di sana. Ia tersenyum. Sambil mengembalikan dokumenku, ia mengatakan terima kasih sudah mau berkunjung ke Jepang.

Bertemu Teman Lama

Setelah keluar dari bandara, aku duduk sejenak untuk melihat situasi dan membaca papan-papan pengumuman. Tiap kali tiba di tempat asing, aku cukup senang dengan aktivitas a la intelijen ini, haha. Melihat dan mengamati orang-orang, pakaian, barang bawaan, bahasa tubuh, konter-konter, pintu masuk dan keluar, dan seterusnya.


Sambil lalu, aku terus berusaha masuk ke akses free Wi-Fi bandara yang tak kunjungi bisa. Masalahnya, semua petunjuk ditulis dalam bahasa Jepang! Aku tak bisa mengenali mana kolom untuk alamat email, user name, password, ataupun konfirmasi persetujuan terms and condition. Biasanya, kolom akses free Wi-Fi tak jauh-jauh dari itu semua.

Aku pun mendatangi salah seorang petugas berseragam. Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, ia menunjukkan kolom nama, email, dan konfirmasi. Yey! Akhirnya berhasil. Aku berterima kasih padanya lalu duduk di salah satu kursi di depan international arrival terminal. Melalui FB Messenger, aku berusaha menghubungi Mayumi, seorang teman lama yang tinggal di Yokohama. Kami telah membuat janji untuk bertemu di bandara.

Belum ada respons dari Mayumi, tiba-tiba ada dua orang laki-laki menghampiriku. Dengan cepat aku menduga mereka adalah turis yang ingin bertanya, atau barang kali pengemudi taksi yang ingin menawarkan jasa, atau bisa saja penjahat, haha. Ternyata, Salah seorang dari mereka mengeluarkan lencana dan memperkenalkan diri sebagai polisi bandara.

Didatangi polisi, tentu saja aku tegang. Waduh, jangan-jangan dideportasi atau malah dianggap kriminal internasional. Untungnya, mereka baik. Saat aku mengatakan berasal dari Indonesia, salah seorang di antaranya ternyata juga pernah tinggal di Surabaya. Mereka mengatakan baru saja melihatku keluar bandara dan langsung mengenaliku sebagai pendatang baru. Mereka memberiku secarik kertas yang berisi nomor telepon darurat untuk tindak kejahatan dan terorisme. Bila diperlukan, aku bisa menghubungi nomor tersebut untuk meminta bantuan.


Setelah ngobrol cukup lama, mereka pun berlalu. Aku masih berusaha menghubungi Mayumi yang kemudian menjawab sudah tiba di bandara. Aku pun bangkit dan menuju depan pintu kedatangan. Sekilas, aku melihat sosok punggung perempuan yang mirip Mayumi, namun ia justru melewati pintu kedatangan dan menuju sisi sebelah kanan. Di ponsel aku menerima pesan, “Gw ke toilet dulu ya, bentar.” Mungkin dugaanku benar, perempuan itu adalah Mayumi. Aku pun kembali duduk di kursi semula.

Tak berapa lama kemudian, akhirnya kami bertemu. Mayumi masih seperti dulu, namun dengan pipi yang agak tembem. Kami berpelukan dan mulai berbagi cerita. Tak lupa, kami juga segera foto selfie. Kami lalu membuat rencana kecil tentang tempat-tempat yang harus didatangi dalam kunjungan singkatku yang hanya sehari.

Hal pertama yang kami lakukan adalah mencari penyewaan modem Wi-Fi. Setidaknya, ini akan membantuku untuk melihat peta dan berkomunikasi. Mayumi mengajakku mendatangi konter JAL ABC yang ada di sebelah kiri terminal kedatangan. Dengan menggunakan bahasa Jepang, Mayumi mengatakan ingin menyewa Wi-Fi untuk sehari. Aku pun menyerahkan passport yang diminta sang petugas. Ia mengatakan biayanya adalah 970 yen. Setelah itu, ia menyerahkan modem yang katanya bisa digunakan di mana saja dan dapat bertahan hingga 14 jam. Pembayaran bisa dilakukan saat mengembalikan modem itu nanti. Aku pun memasukkannya ke dalam tas setelah menyambungkan ponselku dengan jaringan Wi-Fi yang dipancarkan. Kini, petualangan siap dimulai!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular