Emerald City

Emerald City
An Evening in Emerald City (source: personal document)

Minggu, 23 November 2014

Sekilas Catatan PK 22 LPDP: Sedya, Sena, Sura


Credit Photo: Ramda Y.
Kesunyian pagi di hari Minggu, 16 November 2014 itu pecah dengan suara sekelompok orang yang berkumpul di halaman Wisma Hijau, Depok. Dengan pakaian formal, tas punggung agak besar, ransel, serta koper, mereka terlihat akrab bercakap-cakap sambil menanti pembukaan sebuah pelatihan. Tidak, mereka bukan anggota MLM. Mereka adalah para peserta Persiapan Keberangkatan (sebelumnya bernama Pelatihan Kepemimpinan/PK) yang menjadi penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Senyum dan suara cekikikan terdengar di sana-sini. Maklum, para peserta telah intens berkomunikasi lewat sosial media untuk mengerjakan tugas-tugas Pra-PK. Kebanyakan tidak tahu wajah satu sama lain kecuali melalui profile picture akun masing-masing. Saat bertemu, ada yang terkejut karena penampakan asli orang yang bersangkutan tak mirip seperti yang dibayangkan. Ada yang dikira perempuan, tapi ternyata seorang pria, haha.


Aku adalah satu dari 125 orang yang berkumpul pagi itu. Tidak seperti yang lain, aku hanya membawa sebuah ransel hasil pinjaman dan sebuah goody bag yang berisi beberapa kertas dan buku untuk disumbangkan. Aku tidak terbiasa membawa barang banyak saat bepergian. Saat pertama kali masuk ke Wisma Hijau, aku celingak-celinguk mencari orang yang mungkin kukenal. Sambil lalu, aku menyapa beberapa orang yang kutemui sambil mengajak berkenalan. Agak kikuk di awal, tapi beberapa orang aku kenali namanya di Line kelompok.

Aku diberitahu bahwa teman-teman meletakkan barang-barang mereka di sebuah ruangan karena memang belum diperbolehkan check-in ke kamar masing-masing. Aku masih berbalut hoody dan masing memanggul ransel. Di tengah teman-teman yang sudah rapi dengan sepatu pantofelnya, aku masih memakai sepatu kets. Melihat aku yang mungkin terasa ganjil, Danang yang kukenal pagi itu menawari untuk menitipkan barang-barangku di mobilnya. Aku tahu orang-orang ini adalah orang-orang hebat yang mau menawarkan pertolongan kepada siapa saja.

Sejenak kemudian kami naik ke aula pertemuan Wisma Hijau di lantai dua untuk memulai acara pembukaan PK. Semua peserta dibagi dalam delapan kelompok dan aku menjadi bagian dari kelompok delapan (Ali Sastroamidjojo). Di kelompok ini aku bertemu dengan 15 orang yang selama pelaksanaan PK menjadi sahabat dan keluarga baruku. Mereka adalah Agus Kurniawan, Akhirta Atikana, Albert Steven Agustinus, Antoni Tsaputra, Indah Rosmawati, Maduma F.P., Maryam Dewiandratika, Muhamad Zamroni, Nadya Victoryka, Prisyafandiafif Charifa, Ramda Yanurzha, Senop Amos Sulle, Veni Ari Jayanti, Yuni Hariyanti, dan Yutmen Urisman Soru. Orang-orang ini datang dengan latar belakang yang beragam dan memiliki cerita-cerita unik yang menginspirasi. Tapi aku tidak akan menceritakan mereka di sini, karena bila aku tulis satu persatu, aku bisa menghabiskan waktu seharian untuk mengisahkan cerita-cerita inspiratif tentang mereka, padahal tugas ini harus dikumpulkan hari ini sebelum pukul enam sore, hehe. Kalau penasaran, googling saja nama-nama itu dan Anda akan tahu siapa mereka.

Secara formal, kegiatan PK berlangusung sejak pukul tujuh pagi hingga sepuluh malam. Meski begitu, setiap pagi kami harus bangun jam 5 pagi untuk kegiatan olahraga dan setelah sesi malam, kami masih harus bergadang untuk membicarakan acara angkatan, menulis resume kegiatan hari itu, latihan drama, dan menyelesaikan tugas-tugas lainnya. Di hari pertama PK, kami lebih banyak melakukan games untuk saling mengakrabkan diri dan mengenal masing-masing peserta.

Dalam tiga hari pertama pelaksanaan, acara PK lebih banyak diisi dengan program yang bersifat pembekalan dan talk show. Tujuannya adalah melengkapi dan memperluas wawasan peserta tentang isu-isu penting di negeri ini sekaligus memantapkan lima nilai-nilai PK, yaitu integritas, profesional, sinergi, melayani, serta kesempurnaan. Narasumber yang hadir pun adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya.

Dalam topik Paradigma SDM Kompetitif dan Berwawasan Global, narasumber yang datang adalah Tantia Dian Permata Indah. Tantia adalah seorang profesional yang bekerja di Traveloka.com dan sempat menjadi Mahasiswa Berprestasi semasa kuliah. Masih di hari yang sama, topik Cendekiawan Muda Indonesia: Learning Today, Leading Tomorrow menghadirkan Yudi Latif sebagai pembicara. Aku sendiri tidak terlalu asing dengan Kang Yudi karena ia salah satu figur yang aktif di Paramadina, tempat aku menyelesaikan S1. Dengan gaya ceritanya yang khas dan detail, Kang Yudi membawa para peserta ke era kemerdekaan dan periode-periode penting dalam sejarah bangsa Indonesia.

Pada sesi pertama di hari kedua, Pak Eko Prasetyo yang merupakan Direktur Utama LPDP bercerita tentang latar belakang pendirian Badan Layanan Umum (BLU) ini. Menurutnya, ide tentang LPDP muncul saat rapat dengan Menteri Keuangan yang saat itu dijabat Ibu Sri Mulyani. Modelnya adalah dengan menyisihkan dana abadi sebagai endowment fund dan memberikan akses pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia. Betapa membanggakan saat bangsa ini bisa membiaya pendidikan putera-puterinya ke berbagai penjuru dunia. Dahulu, saat aku menjadi salah satu penerima beasiswa ke AS, aku bertanya-tanya kapan Indonesia bisa seperti Tiongkok, Uni Emirat Arab, dan beberapa negara lain yang bisa mengirimkan SDM-nya ke berbagai kampus terbaik dunia dan kembali ke tanah air mereka untuk membangun negerinya. Ternyata, mimpi itu tidak jauh.

Sebagai pemuda-pemudi yang diharapkan bisa mengembangkan kemampuan intelektual, leadership, dan entrepreneurship, sesi siang hari itu diisi dengan topik Membangun Indonesia dalam Gagasan Inovatif Karya Ilmiah bersama Pak Misri Gozan. Selain itu, sesi malam dimeriahkan oleh Mas Zaenal Abidin yang tidak hanya mencontohkan kewirausahaan lewat topik Extraordinary Creativepreneur, namun juga menaburkan uang receh di tengah-tengah forum. Ia mengatakan seorang wirausahawan yang baik harus mau bergerak untuk maju dan jangan ragu untuk memungut setiap kesempatan yang datang.

Di hari ketiga, kegiatan kami adalah melaksanakan program Sharing and Inspirational Class. Tujuan utamanya adalah membantu adik-adik SMA untuk mengenali minat dan bakatnya, membimbing mereka untuk menentukan universitas tujuan setelah lulus SMA, serta memberikan informasi dan tips untuk mendapatkan beasiswa. Pagi hari tanggal 18 November 2014, kelompok kami mendatangi SMA PGRI Depok. Karena ada enam kelas yang harus ditangani, kami membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil. Bersama Nadya dan Yutmen, aku masuk ke kelas XII IPS-1. Melihat antusiasme, semangat, dan cita-cita luhur adik-adik ini, betapa kami optimistis Indonesia memiliki masa depan yang begitu cerah, asal semua elemen bangsa bersinergi dan mau bergotong-royong mewujudkannya.

Sisa hari ketiga diisi oleh Dik Doank yang berbagi pengalamannya dalam membangun Kandank Jurank Doank serta Pak Warsito Purwotaruno yang membawakan tema Nusantara Dalam Genggaman Teknologi.

Pada hari Rabu pagi (hari keempat), seluruh peserta PK telah berbaris rapi di depan halaman parkir Wisma Hijau dengan menggunakan baju putih dan celana serta sepatu hitam. Tangan mereka terkepal dan sejajar dengan jahitan celana dan rok yang mereka pakai. Yap, kami tengah bersiap untuk melaksanakan upacara bendera yang berlangsung dengan khidmat. Pak Arief Munandar yang menjadi Inspektur Upacara lantas memberikan pembekalan materi berjudul Menuju Pemimpin baru yang Kontributif.

Setelah itu, para peserta PK tersentak-sentak saat Laksamana Muda TNI (Purn) Husein Ibrahim memberikan materi bertajuk Pembinaan Kesadaran Bela Negara untuk Mewujudkan Maritim Indonesia yang Berdaulat. Di usia senjanya, Pak Husein tetap lantang berbicara dan dengan aktif turun naik panggung sambil membakar semangat kami. Baginya, NKRI adalah harga mati dan hanya orang berintegritas yang bisa mewujudkan, mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan RI dengan berbagai prestasi.

Pukul 12 malam, kami sudah dibangunkan dan kembali berbaris di lapangan. Kali ini, kami hendak berangkat ke lokasi kegiatan outdoor yang panitia namakan Unshakeable Mentality Outbound. Perjalanan yang kami lalui cukup panjang karena TKP berlokasi di daerah Lembang, Bandung. Sepanjang perjalanan, bus yang aku tumpangi sepi dan senyap. Onggokan tubuh-tubuh letih hanya terbaring lemas di atas kursi yang berderit ketika bus menikung tajam, hehe.

Saat turun dari bus, kami disambut hawa dingin yang menusuk kulit dan pandangan yang gelap gulita. Seusai shalat shubuh dan menghangatkan diri dengan makanan yang dimasukkan dengan paksa ke dalam mulut, aku keluar dari barak dan terkejut melihat langit pagi yang indah dilukis semburat warna merah cahaya matahari. Posisi kami dikelilingi pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi bagai raksasa.

Kegiatan dimulai dengan pesiapan yel-yel masing-masing kelompok. Seharian itu kami habiskan dengan melakukan berbagai aktivitas fisik dan menemukan strategi paling pas untuk menyelesaikan tantangan-tantangan yang diberikan panitia. Breaking games, crawling zone, battle royal, nuclear water, escape from Azkaban, helium stick, hole in one, dan nitro estafet adalah beberapa tantangan yang harus kami selesaikan secara berkelompok.

Selain tuga-tugas itu, kami juga harus menyelesaikan tantangan individu yang terdiri dari rapling, human jump, flying fox, dan two siblings bridge. Melalui games ini, para peserta diharapkan bisa mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan masing-masing serta mampu menghadapi ketakutan yang bisa menjadi penghambat. Puncak kegiatan outbound adalah pertandingan paintball antarkelompok. Sistem yang digunakan adalah sistem gugur. Untuk tantangan yang satu ini, kelompok kami berhasil menjadi juara dengan mengalahkan kelompok yang lain, yeeyy! Kemenangan kami salah satunya dibantu oleh Mas Amos yang membuat strategi jitu dalam menghadapi lawan, apalagi ia adalah bagian dari TNI-AU.

Di hari Jumat yang menjadi hari keenam, kami ditemani oleh pasangan Rangga Almahendra dan Hanum Salsabiela Rais yang membawakan topik Berprestasi dan Produktif dalam Studi. Keduanya adalah suami-istri yang bahu-membahu dalam mengarungi studi di luar negeri dan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk berkarya dengan lebih baik lagi. Selain menjadi ibu rumah tangga, Hanum memanfaatkan waktunya dengan mengunjungi perpustakaan dan berhasil menulis buku 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika.

Sesi selanjutnya diisi dengan penjelasan beasiswa serta mekanisme pencairan dana oleh pihak LPDP. Melalui forum ini, para peserta PK dapat menanyakan berbagai hal terkait beasiswa LPDP dan hal-hal paling teknis kepada para narasumber. Malam harinya, semangat nasionalisme peserta PK diperkuat melalui sesi Refleksi Merah Putih yang dibawakan Pak Fahrizal Muhammad.

Hari Sabtu adalah hari terakhir PK yang sepenuhnya dimiliki para peserta. Di hari Sabtu kemarin, kami menggelar pementasan drama musikal Ande-Ande Lumut yang juga menjadi aktivitas terakhir sebelum akhirnya berpisah. Pagi-pagi sekali, teman-teman telah bersiap dan berganti baju dengan kostum peran masing-masing. Sebagian teman-teman perempuan membantu make up teman yang bermain. Rangkaian acara pun berlangsung lancar dan semarak. Meski keceriaan dan rasa bahagia terlihat jelas di setiap pasang mata, rasa sedih juga tak bisa disembunyikan dari setiap orang. Kami harus berpisah. Meski begitu, akhir kegiatan PK ini adalah awal perjuangan para peserta untuk Indonesia yang lebih baik. Maju terus PK 22! Sedya, Sena, Sura!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular